enzim
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa
habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik.[1][2] Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul
lain yang disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada
suatu kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua
proses biologis selmemerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup
cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormonsebagai
promoter.
Enzim bekerja dengan cara bereaksi
dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang
membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga
percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi
lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. Sebagai contoh:
X + C → XC (1)
Y + XC → XYC (2)
XYC → CZ
(3)
CZ → C + Z
(4)
Meskipun senyawa katalis dapat
berubah pada reaksi awal, pada reaksi akhir molekul katalis akan kembali ke
bentuk semula.
Sebagian besar enzim bekerja secara
khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap
enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya
dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.
Kerja enzim dipengaruhi oleh
beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat
keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan
keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja
secara optimal atau strukturnya akan
mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama
sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah
molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah
yang meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat dan racun adalah
inihibitor enzim.
Etimologi dan Sejara
Hal-ihwal yang berkaitan dengan
enzim dipelajari dalam enzimologi. Dalam dunia pendidikan tinggi,
enzimologi tidak dipelajari tersendiri sebagai satu jurusan tersendiri tetapi
sejumlah program studi memberikan mata kuliah ini. Enzimologi terutama
dipelajari dalam kedokteran, ilmu pangan, teknologi
pengolahan pangan, dan cabang-cabang ilmu pertanian.
Pada akhir tahun 1700-an dan awal
tahun 1800-an, pencernaan daging oleh
sekresi perut[3] dan konversi pati menjadi gula oleh
ekstrak tumbuhan dan ludah telah diketahui. Namun,
mekanisme bagaimana hal ini terjadi belum diidentifikasi.[4]
Pada abad ke-19, ketika mengkaji fermentasi gula menjadi alkohol oleh ragi, Louis Pasteur menyimpulkan bahwa fermentasi ini dikatalisasi
oleh gaya dorong vital yang terdapat dalam sel ragi, disebut sebagai "ferment", dan diperkirakan hanya berfungsi dalam tubuh
organisme hidup. Ia menulis bahwa "fermentasi alkoholik adalah peristiwa
yang berhubungan dengan kehidupan dan organisasi sel ragi, dan bukannya
kematian ataupun putrefaksi sel tersebut."[5]
Pada tahun 1878, ahli fisiologi
Jerman Wilhelm Kühne (1837–1900) pertama kali menggunakan istilah
"enzyme", yang berasal dari bahasa Yunaniενζυμον yang
berarti "dalam bahan pengembang" (ragi), untuk menjelaskan proses
ini. Kata "enzyme" kemudian digunakan untuk merujuk pada zat
mati seperti pepsin, dan kata ferment digunakan
untuk merujuk pada aktivitas kimiawi yang dihasilkan oleh organisme hidup.
Pada tahun 1897, Eduard Buchner memulai kajiannya mengenai kemampuan ekstrak ragi
untuk memfermentasi gula walaupun ia tidak terdapat pada sel ragi yang hidup.
Pada sederet eksperimen di Universitas Berlin, ia menemukan bahwa gula
difermentasi bahkan apabila sel ragi tidak terdapat pada campuran.[6] Ia menamai enzim yang memfermentasi sukrosa
sebagai "zymase" (zimase).[7] Pada tahun 1907, ia menerimapenghargaan
Nobel dalam bidang kimia "atas riset biokimia dan
penemuan fermentasi tanpa sel yang dilakukannya". Mengikuti praktek
Buchner, enzim biasanya dinamai sesuai dengan reaksi yang dikatalisasi oleh
enzim tersebut. Umumnya, untuk mendapatkan nama sebuah enzim, akhiran -ase ditambahkan
pada nama substrat enzim tersebut (contohnya:laktase, merupakan enzim yang mengurai laktosa) ataupun
pada jenis reaksi yang dikatalisasi (contoh: DNA polimerase yang menghasilkan polimer DNA).
Penemuan bahwa enzim dapat bekerja
diluar sel hidup mendorong penelitian pada sifat-sifat biokimia enzim tersebut.
Banyak peneliti awal menemukan bahwa aktivitas enzim diasosiasikan dengan
protein, namun beberapa ilmuwan seperti Richard Willstätter berargumen bahwa proten
hanyalah bertindak sebagai pembawa enzim dan protein sendiri tidak dapat
melakukan katalisis. Namun, pada tahun 1926, James B. Sumner berhasil mengkristalisasi enzim urease dan
menunjukkan bahwa ia merupakan protein murni. Kesimpulannya adalah bahwa
protein murni dapat berupa enzim dan hal ini secara tuntas dibuktikan
oleh Northrop dan Stanley yang meneliti enzim pencernaan
pepsin (1930), tripsin, dan kimotripsin. Ketiga ilmuwan ini meraih penghargaan
Nobel tahun 1946 pada bidang kimia.[8]
Penemuan bahwa enzim dapat
dikristalisasi pada akhirnya mengijinkan struktur enzim ditentukan
melalui kristalografi sinar-X. Metode ini pertama kali diterapkan pada lisozim, enzim yang ditemukan pada air mata, air ludah, dan
telur putih, yang mencerna lapisan pelindung beberapa bakteri. Struktur enzim
ini dipecahkan oleh sekelompok ilmuwan yang diketuai oleh David Chilton Phillips dan dipublikasikan pada tahun 1965.[9] Struktur lisozim dalam resolusi tinggi ini
menandai dimulainya bidang biologi struktural dan usaha untuk memahami bagaimana enzim bekerja pada tingkat atom.
letak enzim dengan fungsinya
1. Letak enzim dan kaitannya dengan fungsinya
Biokimia enzim adalah cabang ilmu biokimia yang mempelajari proses reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup yang melibatkan enzim. Setiap organisme hidup bergantung pada reaksi biokimia di dalam tubuhnya. Makhluk hidup yang sehat memiliki reaksi biokimia yang harmonis. Saat reaksi tersebut mengalami abnormalitas, tubuh akan sakit. Bahkan, kehidupannya terhenti.
Reaksi kimia berbeda dengan reaksi fisika. Dalam reaksi fisika, zat mengubah bentuk dirinya tanpa menghasilkan zat baru. Hanya bentuknya yang berubah, sedangkan zatnya masih sama. Sementara reaksi kimia, melibatkan dua zat atau lebih yang bereaksi dan menghasilkan zat baru yang berbeda dari zat asalnya.
Beberapa contoh reaksi kimia dalam tubuh manusia adalah reaksi amilum menghasilkan glukosa, reaksi protein menghasilkan asam amino, dan reaksi lemak menghasilkan asam lemak. Setiap reaksi tersebut melibatkan enzim tertentu yang secara spesifik memiliki tugas khusus untuk bereaksi.
Reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup dapat berlangsung normal dalam suhu yang tepat. Pada tumbuhan dan binatang berdarah dingin, berkisar pada suhu 27 derajat celcius. Sementara pada manusia dan binatang berdarah panas, berkisar pada suhu 37 derajat celcius.
Reaksi kimia yang berlangsung wajar tanpa adanya katalisator membutuhkan waktu sangat lama. Proses tersebut tidak memungkinkan adanya kehidupan, kecuali reaksi sel di tingkatkan secara drastis dengan katalisator tertentu. Katalisator inilah yang bertugas mempercepat reaksi zat terhadap substratnya. Dalam tubuh makhluk hidup, katalisator tersebut diperankan oleh enzim, senyawa yang termasuk dalam kategori protein dan dihasilkan oleh sel hidup. Secara structural enzim adalah protein, sehingga sifat-sifat protein dimiliki oleh enzim, seperti termolabil, rusak oleh logam berat (Ag, Pb, Hg), terganggu oleh perubahan pH.
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Enzim merupakan pengatur suatu reaksi. Bahan tempat enzim bekerja disebut substrat. Bahan baru atau materi yang dibentuk sebagai hasil reaksi disebut produk.
Biokimia enzim adalah cabang ilmu biokimia yang mempelajari proses reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup yang melibatkan enzim. Setiap organisme hidup bergantung pada reaksi biokimia di dalam tubuhnya. Makhluk hidup yang sehat memiliki reaksi biokimia yang harmonis. Saat reaksi tersebut mengalami abnormalitas, tubuh akan sakit. Bahkan, kehidupannya terhenti.
Reaksi kimia berbeda dengan reaksi fisika. Dalam reaksi fisika, zat mengubah bentuk dirinya tanpa menghasilkan zat baru. Hanya bentuknya yang berubah, sedangkan zatnya masih sama. Sementara reaksi kimia, melibatkan dua zat atau lebih yang bereaksi dan menghasilkan zat baru yang berbeda dari zat asalnya.
Beberapa contoh reaksi kimia dalam tubuh manusia adalah reaksi amilum menghasilkan glukosa, reaksi protein menghasilkan asam amino, dan reaksi lemak menghasilkan asam lemak. Setiap reaksi tersebut melibatkan enzim tertentu yang secara spesifik memiliki tugas khusus untuk bereaksi.
Reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup dapat berlangsung normal dalam suhu yang tepat. Pada tumbuhan dan binatang berdarah dingin, berkisar pada suhu 27 derajat celcius. Sementara pada manusia dan binatang berdarah panas, berkisar pada suhu 37 derajat celcius.
Reaksi kimia yang berlangsung wajar tanpa adanya katalisator membutuhkan waktu sangat lama. Proses tersebut tidak memungkinkan adanya kehidupan, kecuali reaksi sel di tingkatkan secara drastis dengan katalisator tertentu. Katalisator inilah yang bertugas mempercepat reaksi zat terhadap substratnya. Dalam tubuh makhluk hidup, katalisator tersebut diperankan oleh enzim, senyawa yang termasuk dalam kategori protein dan dihasilkan oleh sel hidup. Secara structural enzim adalah protein, sehingga sifat-sifat protein dimiliki oleh enzim, seperti termolabil, rusak oleh logam berat (Ag, Pb, Hg), terganggu oleh perubahan pH.
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Enzim merupakan pengatur suatu reaksi. Bahan tempat enzim bekerja disebut substrat. Bahan baru atau materi yang dibentuk sebagai hasil reaksi disebut produk.
sifat enzim
2. Sifat-sifat enzim
Enzim merupakan suatu protein yang bekerja secara khusus, dapat digunakan berulangkali, rusak oleh panas tinggi, terpengaruh oleh pH, diperlukan dalam jumlah sedikit, dan dapat bekerja secara bolak-balik.
a. Protein
Sebagian besar enzim (kecuali ribozime), adalah protein. Dengan demikian sifat-sifat yang dimilikinya sama dengan sifat sifat protein, yaitu: menggumpal pada suhu tinggi dan terpengaruh oleh pH
b. Bekerja secara khusus/khas/Spesifik
Enzim tertentu hanya dapat mempengaruhi reaksi tertentu, dan tidak dapat mempengaruhi reaksi lainnya. Sebagai contoh: di dalam usus rayap terdapat protozoa yang menghasilkan enzim selulase sehingga rayap dapat hidup dengan makan kayu karena dapt mencerna selulosa (salah satu jenis karbohidrat/polisakarida). Sebaliknya manusia tidak dapat mencerna kayu, meskipun mempunyai enzim amilase, yaitu enzim yang dapat mencerna amilum/pati (yang juga merupakan jenis polisakarida). Enzim amilase dan selulase masing-masing bekerja secara khusus.
c. Dapat digunakan berulang kali
Enzim dapat digunakan berulang kali karena enzim tidak berubah pada saat terjadi reaksi. Meskipun dalam jumlah sedikit, adanya enzim dalam suatu reaksi yang dikatalisirnya akan mempercepat reaksi, karena enzim yang telah bekerja dalam reaksi tersebut dapat digunakan kembali.
d. Rusak oleh panas
Enzim adalah suatu protein yang dapat rusak oleh panas disebut denaturasi. Kebanyakan enzim rusak pada suhu di atas 50°C. Reaksi kimia akan meningkat dua kali lipat dengan kenaikan suhu sebesar 10oC. Kenaikan suhu di atas suhu 50°C tidak dapat meningkatkan reaksi yang dikatalisir oleh enzim, tetapi justru menurunkan atau menghentikan reaksi tersebut. Hal ini disebabkan enzimnya rusak sehingga enzim tersebut tidak dapat bekerja. Demikian juga apabila kita memesan enzim-enzim dari perjalanan, dan enzim tersebut disimpan dalam lemari es. Suhu rendah tidak merusak enzim tetapi hanya menonaktifkannya saja.
e. Diperlukan dalam jumlah sedikit
Oleh karena enzim berfungsi sebagai mempercepat reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi, maka jumlah yang dipakai sebagai katalis tidak perlu banyak. Satu molekul enzim dapat bekerja berkali-kali, selama molekul tersebut tidak rusak.
f. Dapat bekerja bolak-balik
Umumnya enzim dapat bekerja secara bolak-balik. Artinya, suatu enzim dapat bekerja menguraikan suatu senyawa menjadi senyawa-senyawa lain, dan sebaliknya dapat pula bekerja menyusun senyawa-senyawa itu menjadi senyawa semula. Pada tumbuhan, proses fotosintesis menghasilkan glukosa. Apabila glukosa yang dihasilkan dalam jumlah banyak, maka glukosa tersebut diubah dan disimpan dalam bentuk pati. Pada saat diperlukan, misalnya untuk pertumbuhan, pati yang disimpan sebagai cadangan makanan tersebut diubah kembali menjadi glukosa.
g. Kerja enzim dipengaruhi lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh pada kerja enzim adalah suhu, pH, hasil akhir, dan zat penghambat.
Enzim merupakan suatu protein yang bekerja secara khusus, dapat digunakan berulangkali, rusak oleh panas tinggi, terpengaruh oleh pH, diperlukan dalam jumlah sedikit, dan dapat bekerja secara bolak-balik.
a. Protein
Sebagian besar enzim (kecuali ribozime), adalah protein. Dengan demikian sifat-sifat yang dimilikinya sama dengan sifat sifat protein, yaitu: menggumpal pada suhu tinggi dan terpengaruh oleh pH
b. Bekerja secara khusus/khas/Spesifik
Enzim tertentu hanya dapat mempengaruhi reaksi tertentu, dan tidak dapat mempengaruhi reaksi lainnya. Sebagai contoh: di dalam usus rayap terdapat protozoa yang menghasilkan enzim selulase sehingga rayap dapat hidup dengan makan kayu karena dapt mencerna selulosa (salah satu jenis karbohidrat/polisakarida). Sebaliknya manusia tidak dapat mencerna kayu, meskipun mempunyai enzim amilase, yaitu enzim yang dapat mencerna amilum/pati (yang juga merupakan jenis polisakarida). Enzim amilase dan selulase masing-masing bekerja secara khusus.
c. Dapat digunakan berulang kali
Enzim dapat digunakan berulang kali karena enzim tidak berubah pada saat terjadi reaksi. Meskipun dalam jumlah sedikit, adanya enzim dalam suatu reaksi yang dikatalisirnya akan mempercepat reaksi, karena enzim yang telah bekerja dalam reaksi tersebut dapat digunakan kembali.
d. Rusak oleh panas
Enzim adalah suatu protein yang dapat rusak oleh panas disebut denaturasi. Kebanyakan enzim rusak pada suhu di atas 50°C. Reaksi kimia akan meningkat dua kali lipat dengan kenaikan suhu sebesar 10oC. Kenaikan suhu di atas suhu 50°C tidak dapat meningkatkan reaksi yang dikatalisir oleh enzim, tetapi justru menurunkan atau menghentikan reaksi tersebut. Hal ini disebabkan enzimnya rusak sehingga enzim tersebut tidak dapat bekerja. Demikian juga apabila kita memesan enzim-enzim dari perjalanan, dan enzim tersebut disimpan dalam lemari es. Suhu rendah tidak merusak enzim tetapi hanya menonaktifkannya saja.
e. Diperlukan dalam jumlah sedikit
Oleh karena enzim berfungsi sebagai mempercepat reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi, maka jumlah yang dipakai sebagai katalis tidak perlu banyak. Satu molekul enzim dapat bekerja berkali-kali, selama molekul tersebut tidak rusak.
f. Dapat bekerja bolak-balik
Umumnya enzim dapat bekerja secara bolak-balik. Artinya, suatu enzim dapat bekerja menguraikan suatu senyawa menjadi senyawa-senyawa lain, dan sebaliknya dapat pula bekerja menyusun senyawa-senyawa itu menjadi senyawa semula. Pada tumbuhan, proses fotosintesis menghasilkan glukosa. Apabila glukosa yang dihasilkan dalam jumlah banyak, maka glukosa tersebut diubah dan disimpan dalam bentuk pati. Pada saat diperlukan, misalnya untuk pertumbuhan, pati yang disimpan sebagai cadangan makanan tersebut diubah kembali menjadi glukosa.
g. Kerja enzim dipengaruhi lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh pada kerja enzim adalah suhu, pH, hasil akhir, dan zat penghambat.
Katalisator
Seperti halnya katalisator, enzim dapat mempercepat reaksi Kimia
dengan menurunkan energi aktivasinya. Enzim tersebut akan bergabung sementara
dengan reaktan sehingga mencapai keadaan transisi dengan energi aktivasi yang
lebih rendah daripada energi aktivasi yang diperlukan untuk mencapai keadaan
transisi tanpa bantuan katalisator atau enzim.
Penggolongan dan tata nama enzim
Biasanya enzim mempunyai akhiran –ase. Di depan –ase digunakan
nama substrat di mana enzim itu bekerja., atau nama reaksi yang dikatalisis.
Misal : selulase, dehidrogenase, urease, dan lain-lain. Tetapi pedoman
pemberian nama tersebut diatas tidak selalu digunakann. Hal ini disebabkan nama
tersebut digunakan sebelum pedoman pemberian nama diterima dan nama tersebut
sudah umum digunakan. Misalnya pepsin, tripsin, dan lain-lain. Dalam Daftar
Istilah Kimia Organik (1978), akhiran –ase tersebut diganti dengan –asa.
International Union of Biochemistry and Molecular Biology telah mengembangkan suatu tatanama untuk enzim, yang disebut sebagai nomor EC; tiap-tiap enzim memiliki empat digit nomor urut
International Union of Biochemistry and Molecular Biology telah mengembangkan suatu tatanama untuk enzim, yang disebut sebagai nomor EC; tiap-tiap enzim memiliki empat digit nomor urut
Pro enzim
Enzim sudah tidak diragukan
memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan. Tidak hanya dalam kehidupan
manusia, tapi bagi hewan dan tumbuhan. Bahkan bisa dikatakan bahwa enzim
berperan penting dalam kelangsungan alam ini.
Enzim merupakan zat yang
paling menarik dan penting di alam. Pertama, sangat penting untuk menyadari
bahwa enzim bukanlah benda hidup. Mereka benda mati, sama seperti mineral. Tapi
juga tidak seperti mineral, mereka dibuat oleh sel hidup. Enzim adalah benda
tak hidup yang diproduksi oleh sel hidup.
Saat ini trend perkembangan
teknologi mengarah pada visi green teknologi. Akibat pergeseran arah
kebijakan ini, upaya pemanfaatan limbah pertanian terus dilakukan seoptimal
mungkin. Salah satu limbah pertanian adalah biomass yang sebetulnya kaya akan
energi. Sebagai contoh adalah dedak (rice bran), sekam, bungkil kelapa
sawit (Palm Kernel Meal), dan lainnya.
Kapasitas energi dari limbah
biomass global diperkirakan enam kali dari total konsumsi harian energi dunia.
Oleh karena itu biomass merupakan sumber energi yang sangat besar. Saat ini
populasi dunia baru menggunakan 7% dari total produksi biomass. Masih jauh dari
pemanfaatan limbah biomass secara optimal.
Penggunaan limbah biomass
untuk dikonversi menjadi produk lain yang memiliki nilai tambah merupakan usaha
pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) yang ‘renewable‘, yang bersifat ‘back
to nature‘. Salah satunya adalah pemanfaatan limbah biomass sebagai sumber
energi pakan.
Dedak sebetulnya masih
mengandung nutrisi penting misalnya kabohidrat, lemak, dan mineral fosfat
sehingga banyak digunakan untuk tambahan bahan baku pakan ternak. Sekam juga
telah banyak digunakan sebagai media tanam dan bahan baku pembuatan briket
arang pengganti batu bara.
Sementara palm kernel meal
(PKM) masih kurang dimanfaatkan karena memang kandungan energi yang sulit
diolah. Selama ini PKM tidak dimanfaatkan karena kandungan seratnya yang
tinggi, rendahnya palatabilitas, kandungan asam amino yang minim, dan beberapa
masalah terkait kandungan zat anti-nutrisi seperti mannan, galactomannan, xylan
dan arabinoxylan.
PKM adalah produk samping dari
pengolahan minyak kelapa sawit. Indonesia sebagai negara terbesar penghasil
minyak kelapa sawit memiliki potensi limbah PKM yang tidak terbatas.
Karena begitu banyaknya PKM
yang tersedia dan hanya dijadikan limbah tak berguna, maka banyak para peneliti
yang mencari cara untuk memberi nilai lebih pada PKM. Tentunya beberapa sifat
PKM yang telah disebutkan diatas tadi menjadi satu tantangan tersendiri.
Serat pada PKM pada prinsipnya
adalah karbohidrat rantai panjang mannan. Serupa dengan cellulosa yang
merupakan polimer dari monosakarida, mannan juga merupakan polimer
monosakarida. Yang berbeda adalah jenis monosakaridanya. Cellulosa tersusun
dari rantai monosakarida glukosa, sedangkan mannan tersusun oleh monosakarida
manosa.
Manosa adalah salah satu
karbohidrat sederhana yang mudah manfaatkan sebagai sunber energi. Bahkan
oligosakarida dari manosa (Mannoseoligosacharide) diketahui mempunyai
efek yang baik dan berfungsi sebagai pre-biotik bagi unggas. Salah satu
pre-biotik komersil yang diklaim mengandung MOS (Manoseoligosacharide) adalah Biomos dari
Altech.
Apabila PKM diolah sedemikian
rupa sehingga polimer mannan pecah menjadi monomer mannose yang lebih
sederhana, PKM dapat dimafaatkan untuk berbagai hal. Salah satu contohnya
adalah bahan pakan ternak, sebagai media tumbuh, media fermentasi, dan lainnya.
Terdapat beberapa cara yang
bisa digunakan untuk ‘mengolah’ biomass berbasic karbohidrat kompleks
menjadi karbohidrat sederhana yang siap digunakan
Ø Dengan
menggunakan pemanasan
Metode ini sangat sederhana.
Pemanasan akan memecah dan mendegrade ikatan pada karobohidrat komplek menjadi
lebih sederhana. Namun metode ini kurang begitu populer karena membutuhkan
energi yang cukup besar sehingga cost yang diperlukan juga lumayan besar.
Ø Dengan hidrolisis
menggunakan asam
Metode ini sudah banyak
digunakan untuk memecah korbohidrat kompleks. Kesulitannya adalah pada resiko
terkait penggunaan asam yang cukup kuat. Hal ini memerlukan penanganan yang
cukup rumit guna faktor safety dan keamanan. Selain itu juga perlu usaha
untuk menetralisir asam dengan basa sebelum memanfaatkan hasil hidrolisis
berupa gula sederhana.
Ø Dengan menggunakan
fermentasi bakteri atau mikroorganisme lainnya
Keuntungan metode ini adalah
tidak memerlukan energi yang lumayan besar, karena semua proses dilakukan oleh
kerja mikroorganisme. Namun perlu ketelitian untuk menjaga risiko kontaminasi
dari mikroorganisme yang tidak diinginkan dan bersifat patogen. Upaya
pengkondisian seperti sterilisasi juga menjadi masalah tersendiri. Kelemahan
lain adalah waktu yang cukup panjang.
Ø Dengan menggunakan
enzim
Penggunaan enzim sekarang ini menjadi pilihan yang populer. Cara ini lebih
mudah dan membutuhkan sedikit energi. Namun menjadi kesulitan tersendiri untuk mendapatkan
enzim yang cocok dan bersifat spesifik untuk substrat tertentu. Penelitian
untuk mencari kondisi dan pH optimum juga dibutuhkan agar proses berjalan
maksimal. Meski begitu sekarang banyak tersedia enzim komersial yang dapat
digunakan. lengkap dengan spesifikasi temperatur dan pH optimum.
Berikut ini beberapa hasil penelitian dan artikel ilmiah usaha pemprosesan
biomass berbasic karbohidrat kompleks.
Studi tentang hal ini sebetulnya bisa dijadikan sebagai bahan penelitian
bagi para mahasiswa dan peneliti di Indonesia mengingat kekayaan alam kita yang
menyediakan beragam alternatif sumber daya alam biomass yang bisa dikembangkan
dan dimanfaatkan. Dan studi penelitian seperti ini diharapkan terus
dilakukan dan hasilnya bisa diterapkan dan dimanfaatkan demi kemajuan dan kemaslahatan
manusia.
Efisiensi
Pakan Ternak dengan Phytase
Dalam industri peternakan,
pakan ternak memberi kontribusi 50% sampai 80 % dari total biaya produksi. Oleh
karena itu para peternak berupaya untuk melakukan berbagai usaha guna
mengurangi biaya pakan dengan tidak melupakan kualitas ternak yang dihasilkan.
Pakan merupakan salah satu
komoditi dari sub-sistem agribisnis hulu, atau dengan kata lain penyedia
sapronak untuk sub-sistem budidaya ternak. Pakan merupakan faktor terpenting
untuk menunjang budidaya ternak karena berimbas pada peningkatan bobot badan
ternak dan performa ternak yang diinginkan. Peningkatan populasi, produksi
daging, susu dan telur sebagai hasil ternak sangat tergantung dari penyediaan
pakan yang baik dan berkualitas.
Enzim Phytase
Para ilmuan telah membuat satu
feed supplement untuk unggas dan hewan ternak lainnya, yang tidak hanya
meningkatkan asupan nutrisi, namun juga ramah lingkungan karena dapat
mengurangi jumlah Phosphor yang lepas ke lingkungan.
Yang dimaksud dengan Feed
supplement di atas sejatinya adalah enzim phytase. Enzim ini akan membantu
hewan ternak mencerna lebih banyak phosphor yang terkandung dalam makanannya,
terutama makananan yang berasal dari biji-bijian. Phosphor adalah mineral yang
berperan dalam membentuk DNA, mineralisasi tulang, imunitas, fertilitas dan
juga pertumbuhan.
Dua puluh tahun yang lalu, dua
orang ilmuan, Ed Mullaney dan Jaffor Ullah adalah yang pertama kali mengenalkan
enzim dari fungi, Phytase, yang dapat meningkatkan nutrisi, menghemat biaya
pakan, dan mengurangi pencemaran phosphor dari peternakan. Mullaney, ahli
genetik, dan Ullah, seorang biochemist, keduanya bekerja di Agriculture
Research Center (ARS) di New Orleans.
Prinsip Kerja dan Keuntungan Phytase
Phosphor yang banyak
terkandung dalam dedak dan biji-bijian, terikat secara kuat dalam suatu senyawa
kimia sehingga sulit untuk dicerna. Phosphor yang terikat kuat di sebut sebagai
phytat, merupakan zat anti-nutritive yang menyebabkan rendahnya nilai nutrisi
dari pakan.
Dari total phosphor yang terkandung
di dalam pakan, hanya sedikit yang dapat dimanfaatkan oleh hewan ternak,
sisanya dibuang keluar bersama kotoran. Phosphor berlebih yang keluar ini dapat
mencemari lingkungan (eutropication), yang jika masuk ke dalam perairan
dapat mengakibatkan apa yang disebut ‘algal blooms‘, yaitu tumbuhnya
alga secara luar biasa cepat yang dapat mencuri kandungan oksigen dalam air.
Kurangnya kandungan oksigen akan menyebabkan ikan dan hewan air lainnya mati.
Selama ini, rendahnya tingkat
kecernaan phosphor dalam pakan berbasis biji-bijian disiasati dengan penambahan
phosphor anorganik untuk memenuhi kebutuhan phosphor hewan ternak. Salah satu
yang sering digunakan adalah Di-calcium phosphate (DCP) atau Mono-calcium
phosphate (MCP). Penambahan phosphate anorganik ini tentunya akan
meningkatkan biaya produksi.
Sekarang ini phytase-pun hadir
dalam berbagai pilihan sesuai dengan keperluan. Phytase yang tahan pada suhu
tinggi, phytase yang optimum pada pH rendah sesuai pH dalam sistem pencernaan
hewan ternak (pH 5,5), phytase yang dilapisi oleh semacam coating khusus
agar tahan dan tidak mudah rusak oleh asam lambung, dan masih banyak lagi.
Saat ini berdasarkan penemuan
mereka telah banyak dikembangkan phytase komersial yang mempunyai aktivitas
yang labih baik dan mampu bekerja sesuai kondisi di dalam sistem pencernaan
hewan ternak.
Sifat Kinetik Enzim
SIFAT KINETIKA
ENZIM
Mengukur
Kadar Enzim
Enzim sebagai katalisator juga mempunyai sifat-sifat seperti katalisator pada umumnya, seperti ikut bereaksi, tetapi padaakhir reaksi didapatkan kembali dalam bentuk semula. Hal tersebut mengakibatkan enzim dapat dipakai kembali setelah melaksanakan aktivitasnya, sehingga tubuh kita tidak membutuhkan enzim dalam jumlah yang besar. Jumlah/kadar enzim yang kecil tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri bagi kita untuk mengukur kadar enzim, sehingga memerlukan teknik yang rumit. Secara klinis pengukuran kadar enzim sangat penting dilakukan. Disamping untuk mengetahui kadar suatu enzim pada seorang penderita, Enzim plasma nonfungsinal dapat dijadikan sebagai petanda adanya kerusakan organ tertentu.
Pengukuran kadar enzim dapat dilkaukan denga dua cara, yaitu: (1) dibandingkan dengan enzim murni; (2) Mengukur kecepatan reaksi yang dikatalisisnya. Cara ke-1 dilakukan dengan membandingkan enzim yang ingin diukur kadarnya dengan enzim murni yang sudah
diketahui kadarnya. Kadar enzim dinyatakan dengan satuan µg. Sebagai contoh misalnya enzim murni dengan kadar 2 ug dapat mengkatalisis substrat dengan jumlah tertentu selama 10 detik. Jika memakai enzim yang ingin diukur kadarnya membutuhkan waktu 20 detik, maka kadar enzim yang bersangkutan adalah 1 ug.
Pengukuran dengan cara diatas, jelas membutuhkan tersedianya enzim murni.
Kenyataannya banyak enzim yang belum tersedia bentuk murninya. Untuk mengatasi
hal ini digunakanlah cara ke-2. Satuan enzim dinyatakan dalam unit. Kadar enzim
diukur berdasarkan jumlah substrat yang bereaksi atau produk yang terbentuk per
satuan waktu. Satu unit internasional disepakati sebagai jumlah enzim yang
perlukan untuk mengkatalisis pembentukan 1 µ mol produk per menit pada kondisi
tertentu.
Pengukuran aktifitas enzim dapat pula dilakukan menggunakan alat
spektrofotometer. Sebagai contoh misalnya aktifitas enzim dehidrogenase yang
bergantung NAD(P)+ diperiksa secara spektofotometris dengan mengukur perubahan
absorbsi nya pada 340 nm yang menyertai oksidasi atau reduksi NAD(P)+/NAD(P)H.
Oksidasi NADH menjadi NAD+ terjadi disertai dengan penurunan densitas optik
(OD, optical density) pada 340 nm, yang proporsional dengan jumlah NADH yang
dioksidasi. Demikian pula, kalau NAD+ direduksi, OD pada 340 nm akan meningkat
sebanding dengan jumlah NADH yang terbentuk. Perubahan OD pada 340 nm ini dapat
dimanfaatkan bagi pemeriksaan analisis kuantitatif setiap enzim dehidrogenase
yang bergantung NAD+ atau NADP+. Bagi enzim dehidrogenase yang mengatalitis
oksidasi NADH oleh substratnya yang teroksidasi, kecepatan penurunan OD pada
340 nm akan berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Oleh karena itu, hasil
pengukuran kecepatan penurunan OD pada 340 nm memungkinkan kita menyimpulkan
kuantitas enzim.